Saturday 8 January 2011

Telunjuk yang Bersyahadat...

(gambar hiasan, tiada kena mengena dengan kisah)

Assalamualaikum dan salam persekolahan buat mereka yang sudah memulakan sesi persekolahan mereka pada tahun ini, tahun 2011... Bercita - citalah untuk cemerlang untuk ummat... (Mumtaz 4 Ummah) genap 500 tahun sejak Empayar Melayu Islam Melaka jatuh di tangan Portugis... (jom ke KEMM1511) Ada yang di antara kita yang tidak sedar akan anehnya kelajuan masa yang sudah berlalu tetapi yang lebih aneh ialah manusia yang tidak sedarkan masa yang berlalu dengan pantas... Ia ibarat pedang, jika kita tidak memotongnya, maka ia akan memotong kita...

Baiklah, kembali kepada tajuk yang ingin saya kongsi... Ia berkenaan dengan kisah seorang mujahid sejati sekali gus mufassir kenamaan berkebangssan Mesir yang telah mengorbankan jiwa raganya untuk agama dan dakwah... Sudah ramai yang sudah kenal benar dengan Syed Qutb... Kisah ini disaksikan oleh dua sosok mulia iaitu dua orang polis yang menyaksikan eksekusi matinya (1966)... Kisahnya telah diceritakan oleh salah seorang polis tersebut..... Saya cuba sedaya upaya menghilangkan slank2 indonesia yang ada dalam cerita itu ya... Moga menjadi momentum untuk kita.... =)

***

Ada banyak peristiwa yang tidak pernah kami bayangkan sebelumnya, lalu peristiwa itu menghantam kami dan mengubah total kehidupan kami...

Di penjara militer (tentera*) pada saat itu, setiap malam kami menerima orang atau sekelompok orang, lelaki atau perempuan, tua maupun muda. Setiap orang itu tiba, orang atasan kami menyampaikan bahawa orang - orang itu adalah para pengkhianat negara yang telah bekerjasama dengan agen Yahudi Zionis. Kerana itu, dengan cara apa pun kami harus mengorek rahsia dari mereka. Kami harus membuat dengan cara apa pun, walaupun dengan memberikan siksaan keji pada mereka tanpa pandang bulu.

Jika tubuh mereka penuh dengan berbagai luka akibat pukulan dan cambukan, itu suatu pemandangan harian yang biasa. Kami melakasanakan tugas itu dengan satu keyakinan kuat bahawa kami tengan malaksanakan tugas yang mulia : menyelamatkan negara dan melindungi masyarakat dari para "pengkhianat keji" yang telah "bekerjasama" dengan Yahudi.

Begitulah, hingga kami menyaksikan berbagai peristiwa yang tidak dapat kami mengerti. Kami menyaksikan para pengkhianat ini sentiasa menjaga solat mereka, bahkan sentiasa berusaha berjaga dengan berqiyamullail setiap malam, dalam keadaan apa sekali pun. Ketika ayunan pukulan dan cambukan memecahkan daging mereka, mereka tidak berhenti untuk mengingat Allah. Lisan mereka sentiasa berzikir walau tengah mengahadapi siksaan yang berat.

Beberapa orang di antara mereka telah pulang menghadap Allah, ketika ayunan cambuk tengah mendera tubuh mereka, atau ketika sekawanan anjing sedang merobek daging punggung mereka. Tetapi dalam kondisi mencekam itu, mereka menghadapi maut dengan senyuman di bibir, dan lisan yang selalu basah mengingat nama Allah.

Perlahan, kami mulai ragu, apakah benar orang - orang ini adalah sekawanan 'penjahat keji' dan 'penkhianat'? Bagaimana mungkin orang - orang yang teguh dalam menjalankan perintah agama adalah orang yang berkolaborasi dengan musuh Allah?

Maka kami, aku dan temanku yang bersama bertugas di kepolisian (balai polis) ini, secara rahsia berpakat, untuk berusaha tidak menyakiti orang - orang ini, serta memberikan mereka bantuan apa saja yang dapat kami lakukan. Dengan izin Allah, tugas saya di penjara militer (tentera) tersebut tidak berlangsung lama. Penugasan kami yang terakhir di penjara itu adalah menjaga sebuah sel di mana di dalamnya dipenjara seseorang. Kami diberitahu bahawa orang ini adalah yang paling berbahaya dari kumpulan 'pengkhianat' itu. Orang ini adalah perancang seluruh 'misi jahat' mereka. Namanya Syed Qutb.


Orang ini agaknya telah mengalami siksaan yang sangat berat hingga dia tidak mampu lagi untuk berdiri. Mereka terpaksa mengheretnya ke Pengadilan Militer ketika dia akan disidangkan. Suatu malam, keputusan telah dipustuskan untuknya, dia akan dieksekusi dengan cara digantung.

Malam itu seorang syeikh dibawa menemuinya, untuk mentalqin dan mengingatkannya kepada Allah, sebelum dihukum gantung.

Syeikh itu berkata, "Wahai Syed, ucaplah la ilahaillah...." Syed Qutb hanya tersenyum lalu berkata, "Sampai juga engkau wahai Syeikh, menyempurnakan seluruh sandiwara ini? Ketahuilah, kami mati dan mengorbankan diri demi membela dan meninggikan kalimat la ilaha illallah, sementara engkau mencari makan dengan la ilaha illallah."

***

Pada hari esoknya, kami, aku dan temanku, menuntun tangannya dan membawanya ke sebuah mobil (kereta*) tertutup, di mana di dalamnya telah ada beberapa tahanan lainnya yang juga akan dieksekusi, dikawal oleh beberapa mobil militer yang membawa kawanan tentera bersenjata lengkap.

Apabila tiba di tempat eksekusi, setiap tentera menempati posisinya dengan siap bersenjata. Para perwira militer telah menyiapkan segala hal termasuk memasang instalasi tiang gantung untuk setiap tahanan. Seorang tentera eksekutor megalungkan tali gantung ke leher beliau dan para tahanan lain. Setelah semua siap, seluruh petugas bersiap menunggu perintah eksekusi.

Di tengah suasana 'maut' yang begitu mencekam dan menggoncangkan jiwa itu, aku menyaksikan peristiwa yang mengharukan dan mengagumkan. Ketika tali gantung telah mengikat leher mereka, masing - masing saling bertausyiah kepada saudaranya, untuk tetap teguh dan sabar, serta menyampaikan khabar gembira, saling berjanji untuk bertemu di syurga, bersama dengan Rasulullah s.a.w tercinta dengan para sahabat (syair Syed Qutb). Tausiyah ini berakhir dengan pekikan, "ALLAHU AKBAR WA LILLAHIL HAMD!" Aku tergetar mendengarnya.

Di saat genting itu, gerbang ruangan dibuka dan seorang pejabat militer berpangkat tinggi datang dengan tergesa - gesa sambil memberi arahan agar pelaksanaan eksekusi diberhenti sementara.

'Perwira' tinggi itu mendekati Syed Qutb, lalu memerintahkan agar tali gantungan dilepaskan dan penutup mata dibuka. 'Perwira' itu kemudian menyampaikan kata-kata dengan bibir bergetar, "Saudaraku Syed, aku datang bersegera dengan membawa kabar gembira dan pengampunan dari Presiden kita yang sangat pengasih. Anda hanya perlu menulis satu kalimat sahaja, dan anda dan semua teman-teman anda akan diampuni."

Perwira itu tidak membuang masa dan segera mengeluarkan sebuah nota kecil dari saku bajunya dan sebatang ballpen, lalu berkata, "Tulislah saudaraku, satu kalimat sahaja... 'Aku bersalah dan aku minta maaf...'"

Syed Qutb menatap wajah perwira itu dengan matanya yang bening. Satu senyuman terukir di bibirnya. Lalu dengan sangat berwibawa beliau berkata, "Tidak akan pernah! Aku tidak akan pernah bersedia menukar kehidupan di dunia yang fana ini dengan akhirat yang abadi."

Perwira itu berkata, dengan nada suara bergetar kerana rasa sedih yang mencekam, "Tetapi Syed, itu ertinya kematian...."

Ustadz Syed Qutb berkata tenang, " Selamat datang kematian di jalan Allah... Sungguh Allah Maha Besar!"

Aku menyaksikan seluruh episode ini, dan tidak mampu berkata apa-apa. Kami menyaksikan gunung menjulang yang kukuh berdiri mempertahankan iman dan keyakinan. Dialog itu tidak dilanjutkan, dan sang perwira memberi isyarat supaya eksekusi diteruskan.

Segera, para eksekutor menekan tuas, dan tubuh Syed Qutb beserta kawan-kawannya tergantung. Mereka semua mengucapkan suatu yang tidak pernah kami lupakan untuk selama-lamanya.... "La ilaha illallah, Muhammad Rasulullah..."

(Disalin oleh ibnabdrhmn dari kumpulan kisah "Mereka yang Kembali Kepada Allah")